Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
BEM SI Masih Lihat Situasi soal Rencana Aksi Tolak UKT Mahal


Mahasiswa gabungan dari berbagai universitas di Semarang menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Pendidikan Nasional di komplek DPRD Jawa Tengah, 2 Mei 2016. Selain menolak komersialisasi pendidikan, mahasiswa juga menuntut transparansi Uang Kuliah Tunggal sehingga terjangkau oleh anak bangsa. TEMPO/Budi Purwanto
IKLAN
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) belum memutuskan untuk melakukan unjuk rasa tolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Koordinator Isu Pendidikan Tinggi BEM SI Maulana Ihsan mengatakan pihaknya masih menunggu Komisi X DPR mempertemukan BEM SI dengan Kemendikbudristek.

Pertemuan itu bertujuan meminta Kemendikbudristek mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

"Kami masih lihat situasi. Pun kalau unjuk rasa akan dirancang sedemikian mungkin. Kami ingin tak sembarang melakukan eskalasi gerakan," kata Maulana saat dihubungi, Sabtu 18 Mei 2024.

Namun, Maulana mengakui rencana unjuk rasa sudah dibahas oleh pengurus inti BEM SI. Bila diputuskan melakukan unjuk rasa, akan ada konsolidasi anggota BEM SI terlebih dahulu. Konsolidasi dilakukan untuk menentukan gerakan yang akan dilakukan.

Maulana berharap Komisi X DPR bisa mempertemukan dengan Kemendikbudristek pada Mei ini. BEM SI ingin segera melakukan diskusi dengan Kemendikbudristek sehingga melahirkan kebijakan untuk menyelesaikan masalah UKT. "Kami ingin secepatnya. Paling tidak di bulan Mei ini," kata Maulana.

Menurut Maulana, Permendikbudristek 2/2024 menjadi penyebab UKT di perguruan tinggi menjadi naik. Kenaikan itu, kata Maulana, merugikan mahasiswa baru.

BEM SI meminta pemerintah segera merevisi Permendikbudristek itu karena saat ini sejumlah perguruan tinggi sedang melakukan registrasi ulang calon mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Registrasi ulang dilakukan untuk menentukan tarif dan kelompok UKT bagi calon mahasiswa baru. "Kami dikejar waktu. Jadi harus ada jawaban konkret," kata Maulana.

BEM SI merupakan aliansi yang terdiri dari sejumlah BEM di Indonesia. Kamis 16 Mei 2024, BEM SI melakukan rapat dengar pendapat umum dengan Komisi X DPR. Sejumlah anggota BEM SI menceritakan kenaikan UKT di kampus masing-masing.

https://nasional.tempo.co/read/18692...olak-ukt-mahal

Melihat Isi Aturan Mendikbud Nadiem yang Membuat UKT Kian Mahal


Uang Kuliah Tunggal menjadi polemik belakangan ini karena membuat biaya pendidikan di perguruan tinggi melesat. ( ANTARAFOTO/Idhad Zakaria/ed/nz/14.).
Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN), seperti di di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tjitjik Sri Tjahjandarie membantah saat ini ada kenaikan UKT. Menurutnya, bukan UKT-nya yang naik, tetapi kelompok UKT-nya yang bertambah.

"Ini sebenarnya secara prinsip bukan kenaikan UKT. Tetapi penambahan kelompok UKT," kata Tjitjik.

Pemerintah mengaku telah mengucurkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Namun, bantuan itu belum bisa menutup semua kebutuhan operasional atau setara dengan biaya kuliah tunggal (BKT).


Karena itu, pendidikan tinggi di Indonesia juga belum bisa digratiskan seperti di beberapa negara lain. Tak hanya itu, pembiayaan pendidikan tinggi malah kemudian dibebankan kepada masing masing mahasiswa lewat UKT.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim telah menetapkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek.

Dalam aturan itu, pemimpin PTN wajib menetapkan tarif UKT Kelompok 1 dan 2. Kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu, sementara UKT 2 sebesar Rp1 juta.

"Pemimpin PTN dapat menetapkan kelompok selain kelompok tarif UKT dengan nilai nominal tertentu paling tinggi sama dengan besaran BKT yang telah ditetapkan pada setiap program studi," demikian bunyi Pasal 6 Ayat 4.

PTN dapat menetapkan tarif UKT lebih dari besaran BKT pada setiap program studi bagi mahasiswa dengan kriteria diterima melalui jalur kelas internasional dan jalur kerja sama, rekognisi pembelajaran lampau untuk melanjutkan pendidikan formal pada perguman tinggi, serta berkewarganegaraan asing.

Adapun besaran tarif UKT paling tinggi dua kali besaran BKT yang telah ditetapkan pada setiap program studi.

Penetapan tarif UKT di PTN dilakukan setelah mendapat persetujuan dari kementerian. Sementara bagi PTN Badan Hukum, penetapan tarif UKT dilakukan setelah berkonsultasi dengan kementerian.

Pasal 12 menyebutkan persentase jumlah mahasiswa yang dikenakan tarif UKT kelompok I dan kelompok II serta mahasiswa penerima beasiswa dari keluarga kurang mampu berjumlah paling sedikit 20 persen dari seluruh mahasiswa baru yang diterima oleh PTN setiap tahun.

Pemimpin PTN dapat meninjau kembali tarif UKT bagi mahasiswa jika terdapat perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua ahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.

Kemudian, ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...kt-kian-mahal.

Gagal Paham Pemerintah Respons Mahalnya Uang Kuliah

Ilustrasi. Biaya pendidikan tinggi makin tak terakses semua kalangan. Pemerintah dinilai gagal paham. (iStock/LumiNola)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai gagal paham dengan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Sejumlah pengamat menilai pemerintah tak berpihak terhadap pengembangan pendidikan tinggi.
Polemik kenaikan harga UKT terjadi di berbagai kampus. Misalnya, di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa karena uang kuliah naik hingga lima kali lipat.

Kasus lainnya terjadi di Universitas Negeri Riau. Di tempat ini bahkan sang rektor melaporkan mahasiswa yang berunjuk rasa ke polisi/

Kenaikan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri tak terlepas dari status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Kampus berstatus PTN BH punya otonomi terhadap pengelolaan sumber daya, termasuk penentuan biaya pendidikan.

Selain biaya pendidikan, PTN BH juga punya keleluasaan dalam pola pelaporan keuangan. Mereka juga punya ruang untuk menentukan program studi yang mereka buka.

Hingga saat ini, ada 21 perguruan tinggi negeri yang berstatus PTN BH. Sejumlah kampus lainnya juga sedang bersiap untuk mendapatkan status tersebut.

Di tengah kampus berlomba menjadi PTN BH dan kenaikan UKT yang terjadi, mutu pendidikan tinggi Indonesia jadi pertanyaan. Kampus-kampus Indonesia dinilai tetap tak bisa bersaing di kancah internasional meskipun biaya pendidikan terus naik.

Times Higher Education mencatat Universitas Indonesia (UI) sebagai kampus Indonesia dengan ranking dunia tertinggi. Namun, UI hanya berada di urutan 801-1.000 dunia dan 201-250 dunia.

Pemeringkatan universitas versi Quacquarelli Symonds juga memotret hal serupa. UI, UGM, dan ITB hanya bercokol di rentang 200-300 perguruan tinggi top dunia.

Potret buram itu juga ditambah dengan fakta minimnya warga Indonesia yang bisa mengakses pendidikan tinggi. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut hanya sekitar 5 persen dari 275 juta orang penduduk Indonesia yang lulus S1. Lulusan S2 sekitar 0,3 persen, sedangkan lulusan S3 sekitar 0,02 persen.

Di tengah berbagai rapor merah tersebut, pemerintah justru menanggapi santai polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT). Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menyebut pendidikan tinggi tak wajib.

"Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," ungkap Tjitjik di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (16/5).

Dia menambahkan, "Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib."

Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai pemerintah gagal paham merespons persoalan pendidikan tinggi. Dia memahami Tjitjik merujuk Konvensi HAM saat menyebut pendidikan tinggi kebutuhan tersier.

Namun, Kemendikbudristek dinilai lupa bahwa pendidikan tinggi menjadi kunci bangsa menjadi peradaban maju. Dia memberi contoh Korea Selatan yang merintis menjadi negara maju dengan memprioritaskan pendidikan tinggi.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat 70 persen dari kelompok umur 24-35 tahun di Korea Selatan telah lulus pendidikan tinggi.

"Makanya mereka bisa cepat maju. Jadi kalau pejabat Kemendikbudristek cara berpikirnya seperti itu, ya berarti dia tidak memahami arti penting pendidikan tinggi," kata Darmaningtyas saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (17/5).

Darmaningtyas menilai kebijakan UKT dan PTN BH saat ini salah kaprah. Dia berpendapat seharusnya pemerintah memfokuskan anggaran yang ada untuk menyubsidi pendidikan tinggi.

Dia berkata pendidikan di perguruan tinggi harus dibuat semurah-murahnya. Darmaningtyas mengingatkan negara seperti Kuba dan Mesir bisa menggratiskan biaya pendidikan di seluruh perguruan tinggi mereka.

"Kalau mau memajukan bangsanya, ya harus membiayai pendidikan tinggi, setinggi-tingginya, sebanyak-banyaknya," ujarnya.

Terpisah, pengamat pendidikan Unnes Edi Subkhan mengatakan sebenarnya PTN BH dibuat untuk tujuan baik, yaitu memperingkas laporan keuangan. Namun, kebijakan ini justru dibarengi pengurangan subsidi dari pemerintah untuk kampus-kampus PTN BH.

Hal ini membuat kampus tertimpa beban baru, yaitu mencari pemasukan untuk biaya operasional. Padaal, tugas utama perguruan tinggi adalah mendidik, melakukan riset, dan mengabdi kepada masyarakat.

"Artinya kan pemerintah enggak serius tuh untuk investasi pendidikan untuk bangsanya sendiri," ucap Edi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.

Evaluasi menyeluruh
Edi mengatakan mau tak mau pemerintah harus merombak kebijakan terkait PTN BH dan UKT. Dia menyarankan pemerintah tetap mempertahankan keluwesan perguruan tinggi, tetapi subsidi harus ditambah.

"Jangan dikorbankan atau jangan dibarengi misalnya dengan pengurangan subsidi. Karena tiap tahun itu kalau menjadi kampus yang bagus kan pasti ada inflasi, kebutuhannya kan makin meningkat," ucapnya.


Pengamat pendidikan UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Jejen Musfah menyarankan pemerintah juga mengevaluasi kebijakan UKT di setiap perguruan tinggi negeri.

Dia menilai uang kuliah yang mahal tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Tak hanya menyoal fasilitas yang bobrok, Jejen juga mempermasalahkan kualitas tenaga pendidikan.

"Mengapa misalnya lulusan kampus-kampus kita menganggur dan kalah saing dengan Negara-negara tetangga. Termasuk mengevaluasi apakah kontribusi negara terhadap kampus-kampus negeri sudah memadai untuk terselenggaranya fasilitas dan layanan yang berkualitas," ungkap Jejen saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat.

Dia pun menyarankan pemerintah mengevaluasi sistem penentuan golongan UKT yang sering salah alamat. Jejen menyebut banyak mahasiswa tak mampu justru menanggung biaya kuliah mahal.

(dhf/tsa)

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...a-uang-kuliah.

permasalahan UKT.
saya dukung UKT agar jangan sampai menyengsarakan mahasiswa


akulagi2013
akulagi2013 memberi reputasi
1
357
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
kampret.strezAvatar border
kampret.strez
#3
Semenjak PTN menjadi PTN BH ya PTN menjadi berorientasi profit (kapitalis). Kalau mau murah ya jangan dijadikan PTN BH .

Kalau kampus kapitalis keuntungannya menjadi lebih kompetitif dan kualitasnya meningkat mampu mengejar kualitas kampus-kampus dunia. Karena gaji dosen bisa meningkat puluhan kali lipat, akibatnya akan banyak dosen-dosen dan peneliti-peneliti top dari luar dan dalam negeri yang berminat bekerja di kampus-kampus Indonesia. Orang-orang pinter di indo gak kan kabur ke luar negeri lagi.

Tapi kerugiannya ya anak kurang beruntung yang bernasib terlahir dari keluarga susah, gak akan mampu kuliah. Kecuali yang pinter banget akan mendapat beasiswa.

Kalau memilih kembali sosialis seperti dulu (tidak berorientasi profit), ya kerugiannya kualitas kampus tak akan bisa mengejar kualitas kampus-kampus top dunia. Gaji dosen tetap kecil. Orang-orang pinter setelah kelar kuliah di luar negeri pada ogah balik ke Indonesia karena dibayar kecil jika jadi peneliti di Indonesia. Tapi keuntungannya kampus menjadi lebih merakyat, semua anak dari berbagai kelas ekonomi mampu melanjutkan kuliah.

Hukum alam itu kualitas berbanding dengan harga. Ini hukum tidak bisa diotak-atik lagi. Kecuali pemerintah memberikan subsidi untuk membantu biaya kuliah S1 rakyatnya. Tapi apa pemerintah masih punya cukup dana untuk memberikan subsidi kuliah S1, setelah dananya sudah dipakai untuk proyek pembangunan IKN, mensubsidi sekolah SD-SMA, menggaji PNS, program makan siang gratis, dll.
Diubah oleh kampret.strez 18-05-2024 17:47
steven.thereds
steven.thereds memberi reputasi
1
Tutup