Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Gembelengan ! Ganjar Gagal Ganyang Corona di Kampung Jokowi !
Spoiler for Ganjar:


Spoiler for Video:


Gundul-gundul pacul-cul, gembelengan. Nyunggi-nyunggi wakul-kul, gembelengan. Wakul ngglimpang segane dadi sek latar.

Penggalan lagu tersebut tentu sudah tak asing lagi di telinga anda. Sebuah lagu yang sangat akrab dengan telinga masyarakat Jawa. Liriknya yang sederhana dengan irama yang ceria tentu membuat lagu ini amat cocok dinyanyikan anak-anak. Tapi tahukah anda di balik kesederhanaannya, lagu Gundul-gundul pacul ternyata memiliki kedalaman makna.

Lagu Gundul-gundul pacul menceritakan tentang pemimpin yang lupa bahwa ia tengah mengemban amanat dari masyarakat. Hal yang ia lakukan justru membanggakan dirinya di hadapan khalayak ramai dan merasa jabatannya diperoleh karena kepandaiannya.

Penggalan lirik berikutnya yakni nyunggi wakul berarti membawa bakul nasi di atas kepala. Makna dari lirik itu adalah seorang pemimpin tengah mengemban amanat rakyat lewat bakul yang ada di kepalanya. Kepala seorang pemimpin yang seyogyanya merupakan bagian tubuh yang paling vital, tetaplah berada di bawah amanat rakyat.

Terakhir, wakul ngglimpang segane dadi sak latar. Bakul yang diletakkan di atas kepala pada akhirnya jatuh. Nasi yang ada di dalamnya lalu berserakan di tanah. Ketika nasi yang merupakan amanat rakyat tumpah menempel di tanah, tentu tak dapat dimakan lagi. Sama halnya dengan amanat yang diemban pemimpin yang gembelengan, maka tidak akan bertahan lama dan akan gugur amanatnya.

Begitulah, makna lagu Gundul gundul pacul. Amanat dari rakyat merupakan suatu hal yang harus dipertanggungjawabkan. Ironis, hal itu yang ternyata tak terjadi di daerah asal lagu itu, Jawa Tengah. Khususnya dalam hal mengemban amanat rakyat untuk menangani pandemi corona.

Provinsi Jawa Tengah adalah provinsi nomor tiga terbanyak jumlah penduduknya di Indonesia. Yakni 34,9 juta jiwa. Kasus corona di provinsi ini pun nomor tiga terbanyak di Indonesia sebanyak 12,973 kasus. Uniknya tingkat kematian di provinsi yang dipimpin Ganjar Pranowo itu nomor 1 di Indonesia, yakni 9,3 persen, positivity rate nomor 2 sebesar 19,1 persen, Recovered to Death (RTD) terburuk, yakni 7,2 di mana RTD adalah rasio jumlah kematian per jumlah kesembuhan.

Tingkat kematian 9,3 persen menandakan tiap 100 kasus positif di Jateng, ada 9 hingga 10 penduduk yang meninggal dunia. Nilainya dua kali lipat dari rata-rata nasional (4,3 persen). Lalu ada RTD Jateng sebesar 7,2. Hal ini menandakan tiap kematian dengan status positif Covid-19, hanya ada 7 kesembuhan. Sangat kecil bila dibandingkan rasio nasional 16,5. Sedangkan positivity rate 19,1 persen menunjukkan dari 100 penduduk Jateng yang diuji tes swab, ada 19 orang yang dipastikan positif corona. Lebih dari tiga kali lipat standar WHO dimana positivity rate harus ditekan hingga di bawah 5 persen. 

Parahnya, angka-angka tersebut belum mencerminkan data sebenarnya. Sebab, tes PCR per hari Jateng hanya sebanyak 1.925. Padahal jika melihat jumlah populasi Jateng, tes PCR per hari provinsi tersebut seharusnya dilakukan minimal 5.000 tes per hari. Dengan kata lain, tes PCR yang dilakukan Jateng berada jauh di bawah standar WHO dan angka corona Jateng sebenarnya seharusnya lebih tinggi. Data yang tak memenuhi standar WHO makin diperparah dengan ketidaksamaan data antara Pemprov Jateng dengan Kemenkes.





Lantas bagaimana dengan kondisi pelayanan kesehatan di Jateng? Tentunya dengan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai, bisa sedikit mengobati parahnya kasus corona di sana.

Tapi ternyata tidak, per 21 Agustus 2020, telah ada 9 kasus kematian dokter karena corona dengan angka Indeks Pengaruh Kematian Nakes (IPKN) 32. Artinya dengan meninggalnya 9 dokter tersebut, ada 32.000 penduduk Jateng kehilangan 1 dokter yang seharusnya bisa memberi pelayanan kesehatan. Belum lagi Jawa tengah termasuk provinsi yang occupancy rate rumah sakitnya di atas rata-rata nasional. Rata-rata occupancy rate nasional itu adalah 41 persen, sedangkan Jateng mencapai 50,6 persen, lebih dari setengah tempat tidur rumah sakit untuk merawat pasinen corona di Jateng telah terisi. Sementara kasus-kasu corona akan bertambah terus dengan bermunculannya klaster-klaster corona. Seperti klaster rumah sakit, sekolah, hingga perkantoran.





Sumber : Kompas[Angka Kasus Corona di Jawa Tengah Disorot, Seberapa Mengkhawatirkan?]

Klaster corona yang terus bertambah namun tak diiringi dengan jumlah tes PCR yang memadai tentunya membawa persoalan lain. Kita telah ketahui bersama bahwa data corona juga menampilkan data suspek dan probable. Seorang redaksi penulis Kompas bernama Ahmad Arif lewat akun twitternya @aik_arif mencuit pada 29 Agustus 2020 bahwa pasien suspek dan probable corona di Jateng telah mencapai 2.715 kasus, jauh lebih tinggi dari angka resmi meninggal karena positif corona yakni 265 kasus. Banyaknya suspek yang meninggal disebabkan karena keterlambatan diagnosa dan penanganan. Imbas dari tes corona Jateng yang terendah se-Jawa.





Sehingga kita dapat ambil kesimpulan bahwa penanganan corona di Jateng sungguh mengkhawatirkan. Banyak kasus yang terseteksi, bagai puncak gunung es. Padahal dengan tracing kasus yang parah seperti ini saja, Jateng terus menempati posisi 3 angka covid baik jumlah kasus maupun kematian se-Indonesia.  Pertanyaannya apakah yang menyebabkan kasus dan penanganan corona di Jateng bisa seperti ini?

Usut punya usut ternyata selama ini Gubernur Ganjar Pranowo tidak menerapkan konsep PSBB di daerahnya. Berbeda dengan daerah lain di pulau Jawa, Gubernur Ganjar lebih memilih membuat konsep sendiri. Hanya Kota tegal yang menerapkan PSBB di Jateng.

Kebijakan Jateng yang tak menerapkan PSBB lantas membuat publik bertanya-tanya, mengapa Gubernur Ganjar tak melakukan PSBB tingkat provinsi?

Menurut Ganjar, ada yang lebih berpengaruh dan efektif dalam mencegah penyebaran corona dibandingkan PSBB. Ia menilai masyarakat cukup diberi tahu pengetahuan tentang apa itu Covid-19. Lucu, pandemi corona yang mendunia disikapi dengan kreastivitas, seperti hanya berupa anjuran memakai masker, menjaga jarak, dan imun yang sehat.

Sumber : Tribunnews Palu[Tak Terapkan PSBB di Jawa Tengah, Apa Alasan Ganjar Pranowo? Upaya Ini sebagai Kunci Hadapi Covid-19]

Kenyataaannya beginilah yang terjadi dari pendekatan edukatif yang dirasa cukup bagi seorang Ganjar Pranowo. Corona Jateng bagai bara di dalam lahan gambut. Tak terlihat, tapi menyebar secara luas, sedangkan ia sendiri tak tahu.

Mengapa seorang Ganjar Pranowo tidak tegas mengikuti langkah daerah lain untuk PSBB? Bisa dibilang kebijakannya memang populis. Masyarakat tidak menjadi tertekan dengan adanya PSBB. Ia pun menjadi lebih dipuji, seakan berpihak pada kebahagiaan masyarakat. Tapi yang dilakukannya hanyalah melanggar amanah rakyat. Melanggar amanah 34,9 juta rakyat Jawa Tengah. Membunuh rakyatnya sendiri. Untuk apa? supaya populer? Jangan-jangan demi maju di 2024.
Diubah oleh NegaraTerbaru 01-09-2020 06:18
jessicajasmine
emineminna
tien212700
tien212700 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
807
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
denisaoktavianiAvatar border
denisaoktaviani
#1
mas e.. di jawa tengah jauh loh angka corona dibandingkan jakarta
NegaraTerbaru
NegaraTerbaru memberi reputasi
1
Tutup