- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Negeri Tanpa Uang
TS
bayonetbox
Negeri Tanpa Uang
Alo agan dan sista semuanya..
Setelah lama jadi pembaca setia di SFTH, akhirnya ane beranikan diri untuk coba bikin cerita, setepuk dua tepuk kalo banyak yang suka ya kita lanjut
Jadi temanya ini cerita fiksi kekinian. Diusahakan dekat dengan realita kehidupan kita sehari-hari yang pelik dengan masalah ekonomi, agama, dan sosial yang gak pernah selesai
Tapi tenang aja, ane usahain ni cerita bergenre "gak serius-serius amat" dan agak "komedi". Ada "romance" nya juga so jangan kuatir.
Ohh maap gak ada cerita hantu di mari. Jadi buat yang doyan cerita hantu rehat dulu lah.. ganti suasana hati masa mencelot mulu tu jantung
Namun berhubung ane juga masih newbie.. jadi cerita ini ane design sebagai cerita lepas, artinya agan dan sista juga boleh nimbrungin nih cerita dan posting cerita susulannya. Bagi cerita yang nyambung nanti ane di pejwan. kalo ceritanya kurang gurih ane bumbuin lagi lalu di
Lalu bagaimana plot, alur, dan ending cerita ini nantinya? entahlah. biarkan waktu yang berbicara
Baeklah, tanpa basa-basi lagi. Silaken disimak ni cerita. ENJOY!
Quote:
Quote:
Prolog
Jauh di ujung ujuung ujuuung Indonesia, sebut saja di Pulau Terujung, berdiri sebuah negeri kecil. Tak banyak penduduknya memang, tapi mereka hidup bahagia seperti keluarga besar.
Negeri itu bermula dari datangnya tiga rombongan keluarga yang sepakat untuk mendiami pulau terpencil ini dan membentuk peradaban baru, peradaban tanpa uang. Aneh memang, peradaban tanpa jantung yang menggerakkan ekonomi, bagaimana manusia bisa bekerja dan hidup tanpa adanya uang?
Itu semua terlahir dari gagasan Om kinclong, akrab disapa begitu karena kepalanya yang tanpa rambut kinclong mengkilap. Dahulu beliau adalah seorang motivator handal yang dikagumi banyak orang. Setelah undur dirinya dari dunia pertelevisian, Om kinclong memutuskan untuk membuktikan kata-kata yang sedari dulu selalu diucapkannya sebagai motivasi bagi para pendengar, “Hiduplah untuk memudahkan orang lain” begitu katanya. Karena dia sudah tak lagi mampu membantu orang lain dengan kata-kata bijaknya di televisi, diapun memutuskan untuk berbuat pada skala kecil, keluarganya sendiri.
Sebenarnya ada banyak pertimbangan mengapa Om Kinclong sampai memilih jalan se-ekstrim ini dengan mengasingkan diri ke pulau terpencil dari gemerlapnya peradaban manusia abad 21. Singkatnya, Om Kinclong sudah terlalu bosan dengan manusia-manusia yang mengaku beradab, intelek, dan modern, namun dalam otak mereka hanya ada uang-uang-dan-uang. Tak ada satu pekerjaanpun yang rela mereka kerjakan tanpa mengharapkan imbalan uang. Sampai-sampai aksi demonstrasi dan suara pemilu pun dijadikan barang dagangan demi mendapatkan uang. Dan anehnya, kata-kata bijak dan 'super sekali' yang sering dilantunkannya tidak mampu mendobrak kerusakan mental masyarakat. “Zaman sekarang ini tak ada yang gratis. Kencing aja bayar, mau follower di instagram aja kudu bayar, semua harus bayar. Sudah tidak ada orang yang mau hidup untuk memudahkan hidup orang lain. Klise itu. Sudah pada edan manusia zaman sekarang.” Begitu katanya pada keluarganya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Om Kinclong dan keluarganya memang tak datang sendirian. Ada dua keluarga lain yang sepemikiran dengan Om Kinclong sehingga rela meninggalkan peliknya dunia. Mereka adalah keluarga Bang Uda dan keluarga Wak Jenggot.
Om Kinclong mengajak Bang Uda setelah membaca novel karya bang uda yang fenomenal. Di novel itu Bang Uda menjelaskan bahwa dahulu manusia berdagang dengan cara barter, yaitu saling tukar menukar barang. Misalnya jika ada orang yang bertani padi, ia akan menukar beras hasil panennya kepada peternak ayam agar dia bisa makan nasi dengan lauk ayam, demikian juga sebaliknya. Namun cara seperti itu sangatlah tidak efisien karena si petani padi harus berkeliling kampung mencari orang yang mau menukar ayam dengan beras. Kondisi seperti itu menjadikan manusia harus saling mengenal dan saling berinteraksi secara dalam. Manusia juga hanya akan mengambil apa yang dibutuhkannya dari alam untuk sekedar hidup, dan tidak mengambil yang lainnya sehingga bumi terpelihara keasriannya. Namun seiring ditemukannya uang, transaksi perdagangan antar manusia menjadi semakin mudah karena uang bisa ditukar dengan barang apapun. Sedari itu manusia pun semakin bergeliat merambas jutaan hektar hutan, membuka ribuan lubang pertambangan, memproduksi barang ini dan itu sehingga menciptakan kebutuhan baru dan gaya hidup baru di tengah peradaban manusia yang sebelumnya belum pernah ada. Selain itu banyak pula manusia-manusia tamak yang menumpuk-numpuk hartanya sedemikian banyak karena bermimpi akan hidup ribuan tahun bersama keluarganya, padahal harta yang dia simpan tidak pernah digunakannya. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi alam secara berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan.
Atas dasar pemikiran itu, Bang Uda yang ternyata adalah alumni fakultas ekonomi dari universitas paling terkemuka se-Indonesia ini tertarik juga dengan ajakan Om Kinclong. Ia paham betul bagaimana perekonomian dunia ini bekerja dan sangat memahami betapa bahayanya prioritas hidup manusia zaman sekarang dimana segala hal selalu diukur dengan uang. Karena uang manusia segar bugar tak malu mengemis, karena uang manusia kenyang tega mencuri dan merampok, karena uang pula manusia cerdas tega memperkaya diri dengan membodohi manusia lainnya dengan menjual produk-produk yang sebenarnya tidak ada dan tidak diperlukan dengan harga mahal seperti asuransi, pasar uang, instrumen derivatif dan sebagainya. Bahkan sekelompok manusia yang menguasai negara adidaya rela memfitnah dan menjajah negara lainnya demi mendapatkan minyak di timur tengah yang muaranya adalah untuk mendapatkan uang. “Dunia sudah dipenuhi oleh para bedebah” kata yang sering ia ucapkan.
Menindaklanjuti ajakan dari Om Kinclong, Bang Uda pun bermusyawarah panjang kali lebar kali tinggi dengan keluarganya. Setelah melewati serangkaian perdebatan sengit, akhirnya Bang Uda sekeluarga sepakat untuk mengiyakan ajakan Om Kinclong. Namun dengan syarat mutlak dari sang istri, Bang Uda harus mengajak ikut Wak Jenggot, penasehat spiritual keluarga mereka. Karena baik Bang Uda dan istri adalah sama-sama penggemar berat Wak Jenggot, berangkatlah Bang Uda ke rumah Wak Jenggot untuk menyampaikan kabar gembira untuk kita semua - tanpa kulit manggis tentunya.
Wak jenggot adalah seorang ulama youtube. Dikatakan begitu karena media dakwahnya memang di youtube. Bagi komunitas pecinta syurga, kata-kata Wak Jenggot memang sangat mengilhami dan penuh inspirasi. Dan bagi komunitas penikmat dunia, kata-katanya begitu menohok dan mencerahkan hati yang suram. Setiap ilmu dan jawaban yang terlontar dari mulut Wak Jenggot membuka hati banyak orang. Sehingga wajar kalau setiap kutbah Wak Jenggot direkam dan di upload ke youtube oleh banyak orang, baik dari kalangan pencari amal zariyah sampai kalangan pencari recehan iklan.
Singkatnya youtubers setianya mencapai jutaan orang. Sangkin fenomenalnya dakwah beliau di youtube, sampai-sampai kaum munafiqun, penganut agama dan kepercayaan lain pun ikutan nonton, walau pada dasarnya tujuan mereka mungkin bukan untuk mencari ilmu tetapi mencari kegaduhan. Di setiap video Wak Jenggot yang sudah mencapai puluhan ribu viewers, selalu saja muncul orang-orang yang menyulut emosi netizen. Menghina ulama lah, menghina nabi lah, membandingkan tuhan mereka dengan nabinya para pecinta syurga lah, atau sekedar melontarkan kalimat makian dan langsung menghilang tanpa tanggung jawab. Dahsyatnya kini jumlah mereka sudah mencapai ratusan orang dan itu bisa dibuktikan. Cukup lihat saja jumlah orang yang mengklik logo ‘jempol kebawah’ di sudut kanan bawah layar youtube, dan dapat dipastikan segitulah jumlah mereka.
Setelah bertahun-tahun berceramah di youtube, akhirnya Wak Jenggot pun gerah juga. Tidak ada satu videopun dari ceramahnya yang tidak dijadikan ajang perkelahian oleh bani serbet dan sejenisnya. Dan setelah diselidiki secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, diketahui bahwa para siluman dunia maya itu melakukan itu semua hanya demi uang, atau aksi politik gelap untuk tujuan menjatuhkan golongan agama tertentu, atah hanya demi memenangkan paslon kesayangan mereka yang menjanjikan kenikmatan dunia di ibu kota, yang lagi-lagi ujung-ujugnnya adalah demi harapan adanya peningkatan penghasilan alias uang. Wak Jenggot sampai sedih terisak-isak menyadari kejamnya manusia zaman sekarang. Dakwah ilmu dan ketenangan jiwa pun diserang untuk mendapatkan uang. Terlalu-sungguh-terlalu.
Menyadari itu, Wak Jenggot teringat dengan masa kecilnya dahulu di kampung yang penuh dengan kesederhanaan, namun diiringi dengan keceriaan, keramah-tamahan, semangat gotong-royong, dan saling tolong menolong. Tak pernah terdengar ada konflik keyakinan, konflik politik, konflik ukuran mata dan warna kulit, dan konflik-konflik sejenisnya. Betapa Wak Jenggot merindukan itu semua.
Ditengah kegelisahannya itu, suatu hari Wak Jenggot mendapat ajakan dari Bang Uda, salah satu fans beratnya untuk membentuk negara baru, negara yang paling ideal untuk mereka, negara yang jauh dari hingar-bingar perebutan kekuasaan dan kenikmatan dunia, negara tanpa uang. Setelah difikir-fikir, ide Bang Uda benar juga. Wak Jenggot meyakini bahwa walaupun syaiton diciptakan jauh sebelum manusia lahir dan sifatnya memang selalu menghasut manusia untuk berbuat kemungkaran, namun semenjak kehadiran uang, godaan-godaan syaiton semakin hari semakin kuat menyesatkan manusia, sehingga tak heran jika semakin banyak uang yang beredar di muka bumi akan semakin banyak manusia yang tergoda dengan hasutan syaiton.
Berangkat dari pemikiran sederhana itu, Wak Jenggot hendak membuktikan pada dunia bahwa hidup ini tidak serta merta hanya untuk mencari uang. Ada banyak kebahagiaan di luar sana yang dapat diperoleh tanpa kehadiran uang, dan Wak Jenggot ingin membuktikannya. Harapannya, jika usahanya ternyata berhasil akan dapat membuka mata dunia betapa selama ini kehidupan manusia yang merasa benar-benar bebas merdeka sudah terbelenggu oleh uang sehingga menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Lagi pula ada pepatah yang selama ini sering disampaikannya, “Buah kurma yang kita makan sekarang ini adalah hasil dari biji kurma yang ditanam puluhan tahun lalu bahkan sebelum kita lahir, dimana yang menanam pun sudah tiada dan belum sempat menikmatinya.” Harapannya jika usahanya kali ini membuahkan hasil dan menjadi solusi peredam kejamnya dunia, sepeninggalnya umur Wak Jenggot bisa menjadi amal zariyah bak MLM yang akan diteruskan oleh generasi-generasi muda selanjutnya.
Akhirnya, setelah mendapatkan kata sepakat dari Om Kinclong, berangkatlah keluarga Om Kinclong, Bang Uda, dan Wak Jenggot yang berniat mulia ini ke pulau tersebut untuk membangun negara yang paling ideal bagi mereka, negara tanpa uang.
= INDEX =
Diubah oleh bayonetbox 25-07-2017 13:04
anasabila memberi reputasi
1
3.6K
Kutip
27
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan