Merdeka.com- Meski uang sekolah di SMP negeri digratiskan dalam program wajib belajar, namun keluarga siswa tetap kerap diberatkan dengan sejumlah biaya lainnya. Bahkan seorang siswi di Medan memilih berhenti sekolah karena malu terus ditagih uang buku dan seragam.
Adalah KL (14) yang memilih berhenti bersekolah di SMP Negeri 19 Medan. Dia mengambil sikap itu karena merasa malu terus ditagih Rp 800 ribu lebih. Biaya itu untuk membayar buku Rp 327 ribu dan seragam Rp 510 ribu.
Bukannya tidak mau membayar. Keluarga KL belum memiliki uang itu. "Bapak belum ada uang, jadi kami belum bisa membayar," kata KL di kontrakan orang tuanya di Jalan Abadi No 52 Medan Sunggal, Rabu (2/3).
Bagi keluarga KL, uang Rp 800.000 itu bukan jumlah yang sedikit. Sebab penghasilan ayahnya yang hanya seorang penarik becak dan ibunya sebagai buruh cuci terbilang kecil.
Karena kondisi itu, KL memilih berhenti sekolah dan ikut ibunya menjadi buruh cuci. Padahal dia masih punya niat untuk terus melanjutkan pendidikan.
Kondisi KL membuat Ombusdman Perwakilan Sumatera Utara datang ke kediamannya. Selain KL, mereka bertemu ayahnya, Saroganoita Laia (41), dan ibunya, Ferimani Nduru (38).
Saroganoita mengaku tengah kesulitan untuk memenuhi biaya anaknya bersekolah. Penghasilannya sebagai tukang becak tidak menentu.
"Sekarang sulit cari sewa (penumpang). Dapat uang cuma bisa untuk makan," katanya.
Kedua orang tua KL berharap Pemerintah Kota Medan memperhatikan pendidikan anak mereka.
Kepala Ombusman Perwakilan Sumatera Utara Abiyadi Siregar menyayangkan kejadian ini. Menurutnya, sekolah tidak boleh membebani siswanya dengan pungutan-pungutan.
Larangan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pendidikan No 45 Tahun 2014. "Kedua peraturan itu melarang bentuk pungutan oleh pendidik tenaga kependidikan kepada peserta didik," jelas Abiyadi.
Tim Ombusdman juga mendatangi SMP Negeri 19, Jalan Agenda, Medan Petisah. Namun, kepala sekolah tidak ada di tempat. Sementara guru lain mengaku tidak tahu soal KL putus sekolah. Namun, mereka tidak menampik adanya penjualan seragam dan buku yang dilakukan koperasi.
Dia mengatakan, Ombusman Perwakilan Sumatera Utara akan menyelidiki kasus ini. Selanjutnya mereka memberi rekomendasi kepada Pemkot Medan, agar sekolah-sekolah tidak lagi melakukan pelanggaran serupa.
(mdk/cob)